Dengan agenda pembacaan duplik. Prashant Gangtani, putra Anand Krishna, mengaku heran bahwa dalam respon pada pleidoi terdakwa (replik), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing tidak menjadikan fakta material sebagai pertimbangan. “Aneh, fakta material tidak masuk pertimbangan jaksa,” kata Prashant kepada Kompas.com di depan ruang sidang Prof Oemar Seno Adji, PN Jaksel.
Jaksa, kata Prashant, lebih mengedepankan berita acara pengecekan (BAP). Padahal, dalam perkara pidana, fakta material dalam sidang pengadilan semestinya menjadi rujukan utama dakwaan jaksa dan putusan hakim. Berbeda dengan perkara Perdata yang mengedepankan kelengkapan formal.
“Apa gunanya sidang pengadilan terkecuali begitu,” kata Prashant. Keanehan lain yang dikerjakan JPU adalah dengan memanipulasi latar belakang saksi ahli Prof Dwidja yang dihadirkan sebagai ahli hipnoterapi. Ternyata, yang berkaitan adalah ahli hukum pidana Universitas Padjajaran, Bandung. “Ini menguatkan ada rekayasa untuk menjatuhkan Bapak,” kata Prashant.
Satu-satunya tanggal kejadian yang disebutkan korban Tara Pradipta Laksmi dalam kesaksian adalah 21 Maret 2009 di Padepokan One Earth Ciamis, Jawa Barat, sebagai wilayah kejadian. Tanggal selanjutnya tidak ulang disinggung dalam replik jaksa lantaran Anand memiliki alibi kuat.
Pada tanggal kejadian yang disebutkan Tara, tokoh spiritual itu sedang mengadakan acara open house di kediamannya di Sunter, Jakarta Utara yang dihadiri 80-an orang. Sidang tertutup kasus pelecehan seksual di PN Jaksel waktu ini sedang berlangsung. Sidang tertutup ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Albertina